Kamis, 04 Juli 2019

Titik Koma (;)


Padamkan amarahmu atas dunia yang sulit direka juga komentar-komentar itu. Cepat atau lambat kau hanya harus memilih; Pulang tapi tak kembali atau menetap dan sesekali menatap lalu jatuh. Namun, jangan lupa untuk tetap tegap melangkah dijalan  yang telah kau yakini berujung damai. Biarlah sunyi membuatku lupa segala tingkahmu. Pun demikian, ikhlaskan keyakinan ini terkubur bersama doa-doa kita.

Bila nanti orang bertanya tentangku, jawab saja "ia telah mengubur dirinya sendiri'.

Kamis, 23 Mei 2019

Hipokrit Kampus



Lambat nian kembang bunga merekah dalam kebosanan. Kutukan bumi merajai ke-primata-an yang sedang lapar berliur-liur. Digenggamnya temali sembari melilit sekujur tubuh. Tidak bebas bergerak, terikat, menggeliat macam cacing menghirup lem.

Ada orang bodoh, ada orang yang dibodohkan. Ada juga orang yang membodohi dirinya sendiri. Yang disebut terakhir ini yang paling parah, Sudah sadar dirinya keliru tapi tetap ngotot ingin dipandang benar. Dan inilah potret orang-orang disekitar kita. Zaman makin berubah, kelakuan orang makin aneh-aneh.

Pada dasarnya korban kebohongan diri sendiri ini adalah mereka yang penakut dengan hari esok. Walaupun tidak semua, kebanyakan dari mereka bersedia membohongi diri sendiri supaya tetap aman terkoneksi dengan jaringan yang sedang mereka bangun, Bisa itu Penguasa atau pengusaha, Pokoknya yang didahulukan adalah masa depan (kira-kira begitu).
 
Dalam diskusi, orang-orang ini biasanya melemparkan argumentasi yang mentah dan membuat sakit perut. Rasanya otak tidak mampu menangkap maksud dan tujuan dari kata-kata yang terlalu banyak variabelnya sehingga sistem pencernaan mengenalinya sebagai racun. Sekali lagi ini demi posisi "Aman" tadi.

Para penjilat-penjilat yang budiman ini senantiasa hadir setiap ada pemenang baru dari suatu pertandingan dan menawarkan diri untuk dipinang. Meninggalkan kawan dan menyalahkan sepak terjang yang sesungguhnya diamini bersama. Berlagak paling militan padahal hanya haus kemapanan. Melabelkan diri sebagai Aktivis pejuang kaum tertindas namun tak malu menindas integritasnya sendiri.Sesungguhnya orang-orang ini visioner, akal sehatnya dibayang-bayangi masa depan dan tak mau buang kesempatan. Selagi bisa menjilat, jilatlah sampai pucat.

Jujur saja pada diri sendiri. Sesungguhnya yang paling mengerti diantara orang mengerti ialah mereka yang mengerti arti sebuah kejujuran. Jangan terlalu mudah terbuai dan jangan lebay. Pejuang bukan mereka yang mengupload foto dengan latar belakang bumbung asap sambil memegang megaphone. Bukan juga yang Caption-nya senang mengutip Soe Hoek Gie. Tidak juga mereka yang tulisan bijaknya memenuhi beranda facebook.

Lantang mengkritik, lihai membuat taktik. Setengah hati dalam perjuangan dan ditinggalkannya ditengah jalan. Ini tentang kita dan keutuhan. Pilihan antara sekedar Bercumbu atau merawat peradaban. Melumpuhkan logika dan menggantinya dengan abu Dodika tidak elok dipertontonkan ke adik-adik kita.

Rabu, 06 Juni 2018

Melerai Kusut

[Butuk]
Sejenak menarik jasad masuk kedalam ruang kontemplasi. Bukan sikap pengecut atau gerakan mundur dari pendalaman peran, melainkan sebagai langkah antisipasi kongkrit dari sebuah keterjatuhan. Terlintas keluh seorang kawan tentang runtuhnya pembatas kesantunan dalam pola pergaulan sosial. Mempersoalkan kebenaran melalui pembenaran sepihak untuk tujuan semu. Hebat berpolemik, maniak bahasa pola, permisif jika berhadapan. 
Selimut hitam ini terasa tanpa wujud ditengah peluk sunyi pukul tiga. Hanya ada suara-suara dari binatang malam yang mengutuk datangnya pagi. Khawatir terang melucut palsu yang di jaga selama ini. Berharap waktu bijak mengulur senja dipelupuk mata. 
Lagi, mimpi aneh mengganggu eksplorasi sudut-sudut imajinasi. Tentang headset kusut yang menghiasi saku. Sulit di lerai kait hasil pergumulan gerak tak menentu. Timpang citra berwujud kaku.

Kamis, 29 Maret 2018

Si Bokag


Entah sebuah kebetulan atau memang keadaan yang memaksa sadar tunduk pada pilihan-pilihan keliru. Semangat pada yang satu dan kebersamaan yang jauh sebelumnya telah dibangun para mogoguyang tidak lagi menjadi nilai yang dipandang berharga. Bagaimana mungkin mimpi berdikari menyentuh lapisan kenyataan sementara kita sibuk dengan kelompok kita sendiri?.
Disamping salah yang pada kenyataannya disadari, ada-ada saja pembenar yang datang menawarkan diri. Kemakmuran jangka panjang turut serta berdiri pongah penuh kebanggaan, adalah mimpi yang masih menari-nari dalam cerita takhayul. Merasa sedang dalam tugas suci padahal sedang dimainkan dalam guci.
Dimana posisi kita? ditengah pusaran kepentingan yang membuat linglung? tanyakan pada sadar yang menunggu diketuk. Sederhana sebenarnya. Duduk bersila, merenung dan lihat kenyataan yang terang. Setidaknya ada kebenaran yang tersembunyi menunggu di teruskan menjadi aksi nyata.
Katanya legowo. Menerima kenyataan dan siap kalah demi kebenaran. Omong kosong! tidak ada kejujuran disetiap peperangan. Apa yang menjadi tujuan itulah titah suci. Perkara usaha menggapainya, berlumuran lumpur busuk, bermandi dusta, adalah benar lakunya.
Tabiat suka berpecah dan lemah. merasa benar sedang kesalahan nyata didepan mata. atau memang ini alasan dibalik protes malaikat saat tuhan menciptakan Adam? setidaknya tanyakan itu pada masing-masing kita.
Tidak ada kami, tidak ada golongan, kita adalah satu yang berpencar. Harapan merajut kembali masih ada. Paling tidak dengan mengingat siapa kita. Bukan untuk mereka diatas sana.
Bokag... Bokag...

Minggu, 04 Februari 2018

Bait-bait Pesakitan

[Turn-Around]
Disini aku menolak luka. Bunyi-bunyian sumbang berarak mencari rumah. Ke perapian dan dingin yang menusuk-nusuk tulang. Dalam kebingungan itu, tak ada cahaya penuntun. Kenyataan intuisi tak cukup membaca situasi. Dikata malam adalah pengikat rindu. Adapun dengan rindu yang liar, Tidak bertuan dan selalu mengganggu? “Itu masalah rasa saudaraku”. Mereka berkelakar.
Tidak! Ini persoalan lain! Ringan langkah kakinya sedikit congkak. Tatapan lembut tak terpancar dikedua bola mata. Rasanya jarak yang diukur tak cukup ditempuh beribu gerhana. Lalu ini tentang apa?
Masih tanpa jawaban. lagi-lagi menantang angin dalam kecepatan. Bergejolak ia didalam, saling beradu siapa yang paling banyak membuang sadar. Tidakkah takut dengan kemungkinan itu? Tanyakan pada hati yang bergoyang mengakar rumput.
Lambat laun jalan semakin tak jelas arahnya. Gemericik air tak cukup merdu mengiringi lirik angin. Ada begitu banyak tanya menumpuk. Sesak nafas berhembus dalam perburuan waktu.
Untuk dia yang mengerti bait-bait pesakitan ini.

Sabtu, 27 Januari 2018

Agama, Manusia Dan Zaman Pembodohan



Manusia sebagai ciptaan Tuhan berbanding lurus dengan makna “Bergantung”. Konsekuensi dari kebenaran ini adalah keterbatasan. Sejauh mana manusia menempatkan rasio sebagai instrument pencarian kebenaran selalu saja dibatasi dengan kedaulatan Tuhan disisi lain. Artinya, akal sebatas ikhtiar manusia sedangkan wahyu berada diatas segala-galanya. Sehingga pengakuan akan ke-Esaannya dimaknai dalam kehidupan sehari-hari.
Gerakan Fundamentalis dalam agama-agama besar dunia yang muncul pada abad pertengahan sampai dengan saat ini sejatinya berasal dari rasa keterasingan. Modernisasi yang mengarah kepada faham materialis dianggap berbahaya bagi kelangsungan agama. Sebagai seperangkat nilai yang mengatur pola hidup manusia berdasarkan nilai-nilai kudus selama berabad-abad lamanya, kegelisahan ini tampak bisa dipahami. Pada masa ini, geraja, masjid, sinagog tidak lagi mampu menarik jemaatnya. Hal ini oleh dianggap sebagai dekadensi moral umat manusia.
Masyarakat religius merasa asing dengan dunia mereka. Isu sekularisasi di propagandakan dimana-mana. Leberalisasi berkedok “Humanisme” mengangkat derajat manusia setinggi-tingginya dan Tuhan serta agamanya dipandang sebagai sejarah yang tertinggal. Manusia harus selalu bergerak kedepan tanpa dihalang-halangi oleh doktrin agama yang mengikat kebebasan.
Kehancuran yang diakibatkan pandangan ini telah Nampak didepan mata kita. Penindasan manusia oleh manusia terjadi disetiap sudut bumi. Misi menjadi Khalifah telah dipelintir maknanya menjadi kekuasaan yang sewenang-wenang. Negara bahkan dunia dikuasai oleh segelintir orang. Mengeruk keuntungan tidak dibatasi oleh moral. Dunia menjadi tempat mencari kekayaan materi dan hanya itu saja.

Mencontoh Gerakan Revolusioner Rasulullah

Apa yang terjadi di dataran arab yang tandus sekitar abad keenam patut kita renungkan. peperangan antar suku dan masalah sosial yang kompleks menjadi saksi kelahiran manusia pilihan tuhan yang hadir sebagai teladan karena akhlak dan budi pekertinya. Muhammad Bin Abdullah Bin Abdul Muthalib lahir pada tahun gajah sekitas 570 Masehi. Sebelum kenabiannya beliau sudah dikenal karena kujujuran dan keluhuran budinya.
Sebagai penutup para Nabi dan Rasul Muhammad Rasulullah hadir ketika kekufuran dan kesyirikan merajalela dibumi Tuhan. Penyimpangan terhadap ajaran Nabi-nabi sebelumnya dan praktek penyembahan berhala telah membawa satu tesis yang penting; Revolusi Akhlak dan Aqidah.
Apa yang dilakukan Muhammad Rasulullah menjadi bukti mutlak bahwa Tuhan tidak pernah berpaling dari ciptaannya. Sekilas mustahil memang. Seorang yang tidak tahu baca-tulis tiba-tiba mampu memberikan pengharapan kepada kaum tertindas serta menuntun kembali ke jalan kebenaran. Namun kita tahu, Tuhan dengan segala kuasanya.
Perbudakan, penindasan terhadap kaum wanita, dan kebanggaan berlebihan terhadap suku sendiri tak pelak melahirkan tatanan masyarakat yang immoral dan menyedihkan. Terciptalah masyarakat dengan struktur kelasnya. Disinilah peran Nabi Tuhan menghapuskan segala macam bentuk penindasan manusia oleh manusia. Tidak ada manusia yang lebih superior atau inferior. Yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya hanyalah ketakwaannya terhadap sang pencipta.
Persaudaraan kemanusiaan adalah harus ditegakkan. Perbedaan adalah sunnatullah yang hikmahnya agar manusia saling mengenal. Sehingga tidak ada alasan perbedaan melahirkan kehancuran. Semangat revolusioner Islam sebagaimana yang dicontohkan Muhammad Rasulullah demi menegakkan keadilan dibumi Tuhan jelas bertentangan dengan etos kapitalisme. Dimana materi dituhankan sementara Tuhan yang sebenarnya dilupakan.

Kemana arah Aksi?

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah akan kemana arah perjuangan ini ? Kita berada dizaman pembodohan dan kerakusan elit. Perubahan adalah idiom yang menunggu aksi nyata. Dekadensi moral adalah masalah serius. Rekonstruksi sosial jangan hanya berhenti sebatas wacana.
Tanggalkan segala ego kekanak-kanakkan. Berjuanglah hanya untuk cita-cita mulia dalam penantian “The second coming”, turunnya yesus dibumi dengan misi penyelamatan. Sehingga tatanan dunia bersih dari kejahatan iblis dan sekutunya. Dan pada akhirnya kembali disisi Tuhan dalam damai.

Minggu, 31 Desember 2017

Bahasa Di Penghujung Tahun





 
[Penghujung Tahun]

Ada godaan diawal langkah kaki. Sebab pertama yang nantinya mengiringi akibat selanjutnya. Soalan siapa dan bagaimana tidak lagi terbaca. Sebab putaran semesta masih sama. Ukuran seperti apa yang diperlukan? Dimana yang patah tersambung kembali. Kali ini jangan lagi berjalan tanpa harapan menunggu didepan. Frasa adalah penjelas yang sesungguhnya. Ia tidak bersembunyi atau berkamuflase dengan apa yang terlihat. Lebih dari itu, ia adalah bahasa yang lebih dalam. 
Aku tidak pernah mencari dan mengganti jalan. Kepercayaan pada tutur masih nampak meyakinkan. Kendati jurang semakin tak terhingga. Akupun tak mengerti bagaimana mungkin adalah mungkin. Bagiku semua bukan imaji liar. Entah apa yang lebih tinggi dari keyakinan ini. Mungkin tidak ada.
Saat-saat dimana bayangmu menjelma rindu dan aku terpaku disudut malam. Bayangkan lelah tak berjumpa dengan bangkit. Menyusun kembali serat-serat mati dari apa yang dinamakan mengerti. Bukan lagi hari ini atau kemarin. Esok adalah jawaban kusut dari lipatan hidup yang menemukan jawabnya. Masalah luka menganga yang tak kunjung kering soalan lain. Yang sakral tak pernah berpaling dan menilai pada apa yang tersesat dan mengharap pulang.
Misteri hidup yang menawarkan banyak genangan. Walau senyum kadang juga datang mendekap pagi dan petang.  Nyatanya itu semua tak cukup membendung kengerian akan hati yang tak kunjung menemukan pada siapa ia akan tinggal dan menetap. Selalu saja ada dinding yang retak disela-sela tawa. Ihwal senja yang semakin redup bersuara pada bercak pintu. Menunggu capaian dipuncak peluk gelap.
Malam penghabisan hari ditahun ini, semerbak wewangian mendapat tempat. Alpa yang sadar oleh aroma merpati petualang. Semoga hari-hari esok adalah jawaban.

Titik Koma (;)

Padamkan amarahmu atas dunia yang sulit direka juga komentar-komentar itu. Cepat atau lambat kau hanya harus memilih; Pulang tapi tak kem...