Diera reformasi
Perjuangan
suci anak negeri menghadapi tirani
Ada yang
hilang tanpa kembali pulang
Ada yang
pulang dengan janji kemenangan
Sementara
kini…
Cita-cita agung terkungkung seperti kangkung dalam karung
Mahasiswa kaya semester basah tanpa payung
Cita-cita agung terkungkung seperti kangkung dalam karung
Mahasiswa kaya semester basah tanpa payung
Skripsi
tak kunjung rampung sementara semangat semakin mendung
Terluntah-luntah
mendayung menuju tepi yang tak berujung
Kau sibuk berdiskusi tentang kondisi Negara yang carut-marut. Di kampus, asrama, kos-kosan, warung kopi, taman kota, pinggir jalan, tema ini seperti menjadi pembahasan wajib disetiap pertemuan. Pejabat korup, hakim yang disuap, Anggota dewan yang menyuap, isu SARA di paggung perpolitikan, sampai dengan istilah “Pribumi” yang dilontarkan Gubernur dalam pidato perdananya setelah dilantik. Kau Sibuk berkomentar, berceloteh dimedia social tentang stagnasi perjalanan negara yang semakin mengkhawatirkan.
Kau, atas nama rakyat dan keadilan, turun
kejalan berteriak menyuarakan kebenaran. Padahal syarat kepentingan (baca:
kepentingan politik). Merenungi hal itu, teringat petuah seorang senior
“Mahasiswa yang merugi adalah mereka yang terjebak pemaknaan kontrol sosial dan
lupa kontrol diri. Mengaku pelopor
padahal koprol”.
Kau, karena ketakutan berlebihan tentang
bagaimana nasib setelah wisuda, bertualang mencari pekerjaan dengan resiko
menjadi pengangguran, pacar yang minta segera dinikahi sementara pekerjaan
sulit ditemui-bersembunyi dibalik topeng mahasiswa aktivis
yang disibukkan dengan pengawalan kepentingan rakyat. Pada kenyataannya, terjun
kedunia politik praktis, termakan agitasi bernada kepentingan, jadi tim sukses
partai, penjilat pejabat dan birokrat. Kampus menjadi rutinitas tanpa isi.
Lebih suka diwarung kopi, selfie, mendaki dan terlalu membumi. kuliah
terbengkalai hingga diberi julukan Mahasiswa
Veteran. Kadang bersikap selayaknya borjuis tak jarang bersikap fakir,
Perbedaan mencolok antara awal dan akhir bulan.
Kau, dalam keremangan yang semakin gelap, di
kamar kos yang terasa sesak, merenunglah, selami kesadaran hakiki, sadari
betapa selama ini kau terjebak pada pemaknaan yang salah. Ayah dan bunda yang
sabar menanti kesuksesanmu walau peluh membasahi wajah mereka ditengah terik matahari
demi kiriman yang selalu kau tanyakan.
Merenunglah…