Minggu, 10 Desember 2017

Kambing

[Pixabay : Goat]
Entah kambing itu telah mati atau sudah beranak lagi. Tak pasti yang keberapa. Hanya dia, suami-suaminya dan tuannya yang tahu. Ia tak pernah mengira jika pandangannya yang hanya berdurasi sekitar lima detik itu adalah kurungan bagi lisan yang telanjur bersuara. Tidak juga kerabat atau handai tolannya yang kebetulan ada disana. Tak terhitung berapa derap langkah. Saat hujan atau terik mentari yang membakar, tak pernah seharipun, tidak berkunjung ketempat itu. Kenapa tidak berpaling mencari tempat lain, masih menjadi misteri yang iapun tak pernah mempertanyakannya. Bahkan, saat bertemu dengan sang jantan yang menjadi pengesah kedewasaanya, juga disana. Sebagian besar catatan penting nafasnya, terpahat di dinding pertahanan yang disampingnya ada rimbun tempat berteduh sekali-sekali.
Memang hanya menimbulkan tanya tak berjawab. Detik-detik adalah gumpalan awan-awan tak berpenumpang. Kadang lurus, berkelok, menanjak, menurun, menjadi warna pelengkap lahirnya gambaran nyata petang. Terhinakan proses panjang sebuah pencarian. Lantas siapa yang patut disalahkan? pribadi yang berubah atau keadaan yang berpaling dari cermin? sekelumit pinta dihaturkan pada sang maha mendengar.
Sekali lagi, tuangkan rasa pada cendawan suci tempat darah kristus ditampung. Biarkan ia mengering dan hilang seiring waktu berjalan. Musim dan suhu yang berubah-ubah tak kuasa menahan laju keriputnya. Ada orang yang dipertemukan, mengenal, beriringan, meninggalkan bercak, lalu pergi dan tak pernah kembali. Sampai kita lupa bagaimana berpura-pura. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Titik Koma (;)

Padamkan amarahmu atas dunia yang sulit direka juga komentar-komentar itu. Cepat atau lambat kau hanya harus memilih; Pulang tapi tak kem...